Juli 2008, pria Turki bernama Kadir Sutcu mengirimkan
ribuan email untuk memperingatan akan terjadinya gempa. Percaya tidak percaya,
gempa itu kemudian benar terjadi.
Kadir, bukan seorang ilmuwan. Ia memprediksi gempa berdasarkan pengamatan atas
perilaku semut peliharaannya. Sekitar 24 jam sebelum gempa, semut-semutnya
terlihat panik dan sebagian mati.
Keunikan semut juga menjadi perhatian ilmuwan Ulrich Schreiber dari universitas
Duisberg-Essen, Jerman.
Ia sampai sekarang
masih mengamati perilaku semut guna mengembangkan sistem peringatan dini.
Pakar geologi itu sangat yakin hubungan antara patahan bumi dengan semut
bukanlah suatu kebetulan semata. Ada jenis semut, seperti semut merah yang
mampu membuat sarang hingga tinggi menjulang, kerap membuat rumahnya di
daerah patahan muka bumi.
Menurut Schreiber, gas dari dalam bumi sepertinya digunakan semut untuk
menghangatkan sarang, sementara celah dekat permukaan tanah dimanfaatkan untuk
mendapatkan kelembapan.
Berdasarkan pengamatannya, semut-semut menampakkan perilaku nokturnal yang jauh
lebih aktif menjelang terjadinya gempa. Diperkirakan, itu merupakan reaksi dari
peubahan tekanan gas atau sinyal elektromagnetik di patahan bumi sekitar sarang
semut.
Saat berkunjung ke L’Aquilla, Italia, beberapa tahun lalu setelah terjadi gempa
besar, Schreiber menemukan adanya bekas sarang-sarang semut di patahan gempa.
Al-quran sejak lebih dari 1.400 tahun lalu menceritakan
tentang keistimewaan semut dalam surat An-naml ayat 17-18 berisikan tentang
kisah seekor pemimpin semut yang menginstruksikan anak buahnya untuk segera
masuk sarang karena nabi Sulaiman as dan tentaranya akan melewati tempat itu.
Nabi Sulaiman as yang mempunyai mu’jizat bisa mengerti suara hewan kemudian
merasa takjub atas kejadian tersebut dan mengucapkan syukur kepada Allah SWT
yang telah melimpahkan nikmat kepadanya.
sumber : majalah hidayatullah edisi september